Text
CANTIK ITU LUKA
Mengesankan adalah kata yang terpikirkan setelah menuntaskan bacaan ini. Sekali pun mencoba untuk tidak berekspektasi apa-apa, tapi otak ini sudah memperkirakan bahwa yang menjadi biang keladi adalah kecantikan yang tiada tara seorang Ayu Dewi. Namun, siapa sangka sebuah kecantikan yang paripurna ini justru dikemas dengan konflik yang kompleks dan plot yang tak terduga.
Bacaan ini mengesankan bukan karena "mendekati realita", justru karena plot yang tidak biasa. Diawali dengan kebangkitan Dewi Ayu dari kuburan setelah dua puluh satu tahun kematiannya... Ia mati pada umur lima puluh dua tahun, hidup lagi setelah dua puluh satu tahun mati. Ini benar-benar kisah fiksi yang..... fiksi.... (saya tidak menemukan kata yang tepat hehe).
Tidak seperti bacaan fiksi sejarah lainnya, buku ini justru tidak berisi justifikasi yang "mencoba meluruskan" kisah kelam komunis dan bahkan hanya menjadikannya sebagai perspektif. Benar-benar menceritakan perilaku manusia yang tidak melulu hitam dan putih saja.
Menariknya, dengan begitu banyak karakter cerita ditambah dengan alur yang cukup kompleks, Eka Kurniawan dapat membangun plot yang saling bertaut dengan porsi yang pas untuk setiap karakter ciptaannya, dan tentu saja dengan akhir cerita yang saya kira tuntas.
Setelah saya mengerti bahwa sebelum membaca buku hendaknya tidak menaruh ekspektasi apa pun agar si penulis -yang tidak seharusnya- menanggung rating jelek karena kecewa akibat tidak terpenuhinya ekspektasi yang kita bangun sendiri, Cantik itu Luka mengajarkan pada saya bahwa membaca sebuah karya seseorang itu hendaknya menggunakan pendekatan yang berbeda-beda. Paling tidak memahami dan memposisikan diri, melihat dari point of view penulis dan barulah mengikuti alur cerita. Untuk apa? Ya, tentu saja agar mencapai 'orgasme' dalam membaca.
SAS00049S | 8x0.3 eka c | My Library (Nomor 800 (Kesusastraan)) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain